Tuesday, October 13, 2020

NASEHAT EMAS DARI IMAM SYAFI'I

 1. "Bila kau tak mau merasakan lelahnya belajar, maka kau akan menanggung pahitnya kebodohan" (Imam Syafi'i)

2. "Jangan cintai orang yg tidak mencintai Allah, kalau Allah saja ia tinggalkan, apalagi kamu" (Imam Syafi'i)
3. "Barangsiapa yang menginginkan husnul khatimah, hendaklah ia selalu bersangka baik dengan manusia" (Imam Syafi'i)
4. "Doa disaat tahajud adalah umpama panah yang tepat mengenai sasaran" (Imam Syafi'i)
5. "Ilmu itu bukan yang dihafal tetapi yang memberi manfaat" (Imam Syafi'i)
6. "Siapa yang menasehatimu secara sembunyi-sembunyi, maka ia benar-benar menasehatimu. Siapa yang menasehatimu di khalayak ramai, dia sebenarnya menghinamu" (Imam Syafi'i)
7. "Berapa banyak manusia yang masih hidup dalam kelalaian, sedangkan kain kafan sedang di tenun" (Imam Syafi'i)
8. "Jadikan akhirat dihatimu, dunia ditanganmu dan kematian dipelupuk matamu" (Imam Syafi'i)
9. "Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku, diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukanlah artinya aku tidak mempunyai jawaban, tetapi tidak pantas bagi singa meladeni anjing" (Imam Syafi'i)
10. "Amalan yang paling berat diamalkan Ada 3 (tiga). 1. Dermawan saat yang dimiliki sedikit. 2. Menghindari maksiat saat sunyi tiada siapa-siapa. 3. Menyampaikan kata-kata yang benar dihadapan orang diharap atau ditakuti" (Imam Syafi'i)
11. "Orang yang hebat adalah orang yang memiliki kemampuan menyembunyikan kemeralatannya, sehingga orang lain menyangka bahwa dia berkecukupan karena dia tidak pernah meminta" (Imam Syafi'i)
12. "Orang yang hebat adalah orang yang memiliki kemampuan menyembunyikan amarah, sehingga orang lain mengira bahwa ia merasa ridha" (Imam Syafi'i)
13. "Orang yang hebat adalah orang yang memiliki kemampuan menyembunyikan kesusahan, sehingga orang lain mengira bahwa ia selalu senang" (Imam Syafi'i)
14. "Apabila engkau memiliki seorang sahabat yg membantumu dalam ketaatan kepda Allah, maka genggam eratlah ia, jangan engkau lepaskan. Karena mendapatkan seorang sahabat yang baik adalah perkara yang sulit, sedangkan melepaskannya adalah perkara yang mudah" (Imam Syafi'i).
sumber:
Facebook

Thursday, November 7, 2019

Menunggu Jawaban Tuhan Secara Instant

MENUNGGU JAWABAN TUHAN (SECARA INSTANT). Berdoa terus pagi siang malam. Semua kesulitan didoakan. Diharapkan ada jalan keluar. Tapi sdh semakin berdoa. Jawaban jalan keluar belum juga ada. Semakin ditunggu semakin gak jelas. Yes...... Bukankah itu sering terjadi. Anda berdoa dan mengharapkan jawaban yang "in sync" dengan jawaban dalam benak anda. Padahal Tuhan menjawab doa kita bukan dengan jawaban yang kita inginkan tapi dengan apa yang Dia pastikan terbaik utk kita. Lewat apa Tuhan menjawab? Lewat sekitar kita, teman2 kita, orang lain, ortu kita serta siapapun yang ada di sekitar kita. Nahhhhh, Masalahnya jawaban itu gak seperti plug and play or instant. Tuhan kasih jawaban dengan membuka jalan yang mungkin gak lurus tapi berliku-liku atau membuka jalan dgn tiba2 dipecat dr pers terus jd jobseeker, tau2 direkrut dengan posisi tinggi. Kita mana tahu? But God gives us a brain. To do something. Otak yang kreatif, active. Dan disitulah sebenarnya banyak jawaban yang diberikan. Tapi we need to think through. Dan jangan ngomel, kok gak ada jawaban ya. Mungkin jwban itu ada tapi anda tdk merasa itu jawaban. Krn jawabannya gak sesuai dgn apa yg anda "dambakan". When you pray. God will give you a way. It is not your "own" wanted way. But His way which is greater way. hashtagpray
#copas
#linkedin


Sumber:
https://www.linkedin.com/posts/ang-harry-tjahjono-1688tj1688_pray-aht-activity-6597085741002653697-rLOp

Tuesday, October 29, 2019

Kisah Jendral Adolf Roberto

Suatu sore pada tahun 1525, penjara tempat orang tahanan terasa hening mencengkam. Jenderal Adolf Roberto, pemimpin penjara yg terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.
Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah² ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik ... itu akan mendarat di wajah mereka.
Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara² Ayat Suci yang amat ia benci.
"Hai ... hentikan suara jelekmu! Hentikan!!!" teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata.
Namun apa yang terjadi? Laki² di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yg luasnya tak lebih sekadar cukup untuk 1 orang.
Dengan congkak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yg keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dg rokoknya yg menyala.
Sungguh ajaib ... tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yg pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan pada sang algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih, "Rabbi, wa-ana 'abduka."
Tahanan lain yg menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz ... Insyaa Allah tempatmu di Syurga."
Melihat kegigihan orang tua yg dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.
Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras² hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang tua busuk!! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yg berhubung dengan agamamu!!"
Sang Ustadz lalu berucap, "Sungguh ... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yg amat kucintai, Allah Subhanahu wa ta'ala ... Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yg amat bodoh."
Baru saja kata² itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki² itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dg wajah bersimbah darah.
Ketika itulah dari saku baju penjaranya yg telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat².
"Berikan buku itu, hai laki² dungu!" bentak Roberto.
"Haram bagi tanganmu yg kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dg tatapan menghina pada Roberto.
Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari² tangan sang ustadz yg telah lemah. Suara gemeretak tulang yg patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto.
Laki² bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yg terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yg telah hancur.
Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yg membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yg telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.
"Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini," suara hati Roberto bertanya-tanya.
Perlahan Roberto membuka lembaran pertama buku itu.
Pemuda berumur tiga puluh tahunan itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan² "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yg telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yg dalam.
Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yg dialaminya sewaktu masih kanak². Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.
Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak²nya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yg mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia).
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa.
Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia.
Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang² besi yg terpancang tinggi.
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yg kencang, membuat pakaian muslimah yg dikenakan berkibar-kibar di udara.
Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup² pada tiang² salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.
Seorang bocah laki² mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yg telah senyap. Korban² kebiadaban itu telah syahid semua.
Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yg terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi (ibu) yg sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abayanya.
Sang bocah berkata dg suara parau, "Ummi ... ummi ... mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa ....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."
Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.
Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi ..."
Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.
"Hai ... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah.
"Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi," jawab sang bocah memohon belas kasih.
"Hah ... siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.
"Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab dg agak grogi.
Tiba² "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.
"Hai bocah ...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yg bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto' ... Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yg jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki² itu.
Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.
Roberto sadar dari renungannya yg panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yg melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..."
Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.
Pikirannya terus bergelut dg masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yg ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yg dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.
Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bagian pusar.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yg amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yg sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi ... aku masih ingat alif, ba, ta, tsa ..."
Hanya sebatas kata itu yg masih terekam dalam benaknya.
Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yg membasahi wajahnya.
Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yg tadi menyiksanya habis²an kini tengah memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yg telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu ..." terdengar suara Roberto memelas.
Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dg buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.
Sang Abi dg susah payah masih bisa berucap, "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dg Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu."
Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dg berbekal kalimah indah, "Asyhadu an-laa Ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasullullah ...'.
Beliau pergi menemui Rabbnya dg tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yg fana ini.
Kemudian..
Ahmad Izzah mendalami Islam dg sungguh² hingga akhirnya ia menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk Islam, sebagai ganti kekafiran yg di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru dengannya. Dialah ... "Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy".
-----------------
Benarlah firman Allah ...
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
(QS:30:30)
Masya Allah...
Semoga kisah ini dapat membuat hati kita luluh dengan hidayah Allah yang mudah-mudahan dapat masuk mengenai qolbu kita untuk tetap taat kepadaNya..
Aamiin....
#copas dari Kisah Islami

Sumber:
https://www.facebook.com/groups/295225643991813/permalink/1637883496392681/

Monday, October 21, 2019

*KISAH SEEKOR MONYET DAN ANGIN*

Pesan Moral


Seekor monyet sedang nangkring di pohon.
Monyet itu, tidak sadar sedang diintip oleh tiga angin besar.
1. Angin Topan.
2. Angin Tornado
3. Angin Bahorok
Tiga angin itu rupanya sedang bertaruh, siapa yang bisa paling cepet jatuhin si monyet dari pohon tersebut.
Angin Topan bilang, dia cuma perlu waktu 45 detik buat menjatuhkan monyet.
Angin Tornado nggak mau kalah, 30 detik ! katanya.
Angin Bahorok senyum ngeledek dan bilang,15 detik juga jatuh tuh monyet.
Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju.
Angin TOPAN yang pertama, dia tiup sekencang-kencangnya, Wuuuss... 😙🌪
Merasa ada angin besar datang, si monyet langsung pegang batang pohon kelapa,.
Dia pegang sekuat-kuatnya. Beberapa menit lewat, nggak jatuh-jatuh si monyet.
Angin Topan pun nyerah.
Giliran Angin TORNADO.
Wuuusss… Wuuusss… 😚 🌪🌪
Dia tiup sekencang-kencangnya. Nggak jatuh juga itu monyet.
Kali ini monyet lebih waspada..
Angin Tornado juga nyerah.
Terakhir, Angin BAHOROK. Lebih kencang lagi dia tiup.
Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss… 😙😙🌪🌪🌪
Si monyet malah makin kencang pegangannya.
Nggak jatuh-jatuh.
Ketiga angin besar itu akhirnya ngakuin, si monyet memang Jagoan Tangguh.
Daya tahannya luar biasa.
Tidak lama , datang si ANGIN SEPOI-SEPOI
Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet.
Keinginan itu membuat tiga angin besar tertawa,Yang besar aja nggak bisa, apalagi yang kecil.
Tidak banyak bicara, ANGIN SEPOI-SEPOI langsung meniup ubun-ubun si monyet. Psssss…dengan lembut........ 🌬💨
Enak banget. Adem, Sejuk, Perasaan Senang, membuat mata si monyet kriyep kriyep mengantuk, merasa nyaman.. setelah itu monyet itu tertidur dan terlelap.. dan kemudian terlepas lah pegangan tangannya dan Alhasil, jatuhlah si monyet.
- PESAN MORAL -
Ketika kita Diuji dengan KESUSAHAN
Datang PENDERITAAN
Didera MALAPETAKA
Kita tiba-tiba bisa kuat bahkan lebih kuat dari sebelumnya…
Tapi jika kita diuji dengan KENIKMATAN… KESENANGAN… KELIMPAHAN… KEKAYAAN... KEKUASAAN... dan KEJAYAAN
Disinilah KEJATUHAN kadang terjadi.
Jangan sampai kita terlena…terbuai..
Tetap Rendah hati, Mawas diri, Sederhana.
Berbuatlah Kebajikan.. agar terlindungi oleh Amal dan Ibadah kita.
Hati-hati dalam tindakan, perbuatan dan perkataan.
Karena bukan KRITIKAN yang kadang bisa membuat kita JATUH tapi sanjungan & pujian.
repost by Lenni tan.
*_Semoga Allah menerima amal ibadah kita Aamiin_*

Sunday, October 20, 2019

Pelacur Di Arab Juga Pakai Cadar

Bismillahirrohmanirrohiim
 Seseorang pernah mendatangi BUYA HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Sambil berniat merendahkan hijab ia berkata, “Pelacur di Arab itu memakai cadar dan hijab”
Jawaban Buya Hamka tak terduga!
.
“Oh ya? Saya barusan dari Los Angeles dan New York, Masya Allah, ternyata disana tidak ada pelacur,” kata Buya HAMKA.
.
 “Ah mana mungkin Buya, di Makkah saja ada kok. Apalagi di Amerika, pasti banyak lagi,” kata tamunya itu.
Maka kata Buya Hamka, “Kita ini memang hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari.
.
"Meskipun kita ke Mekkah, tetapi jika yang diburu oleh hati adalah hal-hal yang buruk, maka setan dari golongan jin dan manusia akan berusaha membantu kita untuk mendapatkannya.
.
“Tetapi sebaliknya, sejauh perjalanan ke New York, Los Angeles, bila yang dicari adalah hikmah, kebajikan dan kebaikan, maka segala kejelekan seolah akan hilang dan bersembunyi” tutupnya.
Hati kita pun bila sudah busuk, maka seringkali dipertemukan pada hal-hal yang busuk pula, walaupun di tempat baik sekalipun!
Semoga hati kita selalu dibersihkan dari kotornya penyakit hati dengan senantiasa berdzikir mengingat Allah.


Sumber:

彡●彡 *PENYESALAN SEORANG* *ANAK TERHADAP IBUNYA* 彡●彡


*Pada suatu hari, Seorang Anak*
*berkata pada ibunya : “*
―――――――――――――
*Ibu, aku malu sama teman-*
*temanku, mereka memiliki ibu*
*yang sempurna secara fisik dan*
*mereka bangga terhadap ibu*
*mereka,*
―――――――――――――
*tapi aku bu, mengapa aku*
*memiliki ibu yang buta. Andai saja*
*aku tau, aku dilahirkan oleh*
*seorang ibu yang buta, maka aku*
*lebih memilih untuk tidak*
*dilahirkan”*
―――――――――――――
*Mendengar kata-kata yang keluar*
*dari mulut anaknya,*
―――――――――――――
*sang ibu berkata : “Nak, ibu*
*memang buta, tetapi walaupun*
*kamu malu dengan keadaan fisik*
*yang ibu miliki, ibu tetap sayang*
*padamu nak.."*
―――――――――――――
*Anak menjawab : “ Bu, semua*
*teman-temanku selalu*
*menghinaku, bahkan tidak ada*
*satu perempuan pun yang suka*
*padaku karena melihat fisik ibu*
*yang tidak sempurna.*
―――――――――――――
*Mereka takut jika kelak menikah*
*denganku anak kami juga akan*
*cacat, buta seperti ibu ”.*
―――――――――――――
*Mendengar perkataan anaknya,*
*Sang ibu begitu terpukul dan*
*menangis,*
―――――――――――――
*namun demikian Sang Ibu tetap*
*sayang pada anaknya. tak henti-*
*hentinya ibu itu berdo’a untuk*
*anaknya.*
―――――――――――――
*Detik berganti menit, menit*
*berganti jam, jam berganti hari,*
―――――――――――――
*akhirnya Si Anak menyelesaikan*
*pendidikan S1 di Fakultas Teknik.*
―――――――――――――
*Betapa bangganya hati Sang ibu*
*mendengar anaknya akan*
*diwisuda dan menjadi* *seorang*
*Insinyur, tak sia-sia*
*pengorbanannya selama ini*
*dengan berjualan di pasar untuk*
*menyekolahkan Si Anak,*
――――――――――――― *tak*
*kenal lelah Sang ibu bekerja*
*walaupun dalam keadaan*
*matanya yang buta. Sampailah*
*saat yang ditunggu- tunggu ,*
―――――――――――――
*saat Anaknya dan yang lainnya*
*akan diwisuda. Teman-teman*
*berserta orang tuanya dan*
*keluarga berkumpul menantikan*
*acara dimulai,*
―――――――――――――
*tetapi Sang ibu sama sekali tidak*
*diajak Anaknya untuk menghadiri*
*wisuda tersebut.*
―――――――――――――
*Akhirnya Sang ibu datang sendiri*
*keacara tersebut,*
―――――――――――――
*sesampainya ditempat Anaknya*
*akan diwisuda, betapa bahagianya*
*hati sang ibu mendengar nama*
*anaknya dipanggil kedepan*
*dengan nilai terbaik.*
―――――――――――――
*Namun si Anak sangat malu*
*terhadap teman-teman dan*
*kekasihnya ketika mengetahui*
*ibunya juga hadir di* *acara wisuda*
*itu,* ――――――― *acara yang*
*seharusnya menurut si Anak*
*membuatnya bahagia.* *Pada saat*
*itu,* ―――――――――――――
*sang ibu mendekati Si anak*
*sambil meraba-raba wajah*
*anaknya, lalu kekasih Si anak*
*bertanya pada: dia “ Siapa*
*perempuan buta itu ?"*
――――――――――――― *si*
*Anak tidak menjawab dan hanya*
*diam membisu.*
―――――――――――――
*Akhirnya sang ibu berkata bahwa*
*dia adalah ibunya. mendengar*
*ibunya berkata demikian,*
――――――――――――― *Si*
*Anak akhirnya pulang sebelum*
*acara selesai dan meninggalkan*
*ibunya sendirian.*
―――――――――――――
*Setelah acara selesai akhirnya*
*sang ibu juga pulang kerumah*
*tanpa anaknya.*
―――――――――――――
*Namun siapa yang tau kapan ajal*
*akan tiba,*
―――――――――――――
*ketika hendak menyebrang jalan*
*sang ibu meninggal dunia.*
―――――――――――――
*Betapa terkejutnya sh Anak ketika*
*pihak rumah sakit mengabarkan*
*bahwa beberapa menit yang lalu*
*ibunya telah meninggal akibat*
*kecelakaan.*
―――――――――――――
*Dan petugas kepolisian*
*memberikan tas yang dibawa*
*ibunya pada saat menghadiri*
*wisuda,*
――――――――――――― *si*
*Anak hanya diam duduk*
*menunggu ibunya yang masih*
*dibersihkan dari sisa-sisa darah*
*yang masih menempel di*
*tubuhnya.*
―――――――――――――
*Pada saat menunggu jenazah*
*ibunya, si Anak membuka tas*
*kesayangan ibunya yang lusuh*
*dan kumal itu.*
―――――――――――――
*Disana terdapat foto Sang ibu*
*ketika mengandungnya, dan*
*betapa terkejutnya Si Anak ketika*
*membaca sepucuk surat yang*
*begitu lusuh yang terdapat*
*didalam tas ibunya.*
――――――――――――― *Si*
*Anak membaca surat tersebut,*
*dan didalam surat itu tertulis : “*
―――――――――――――
*Banjarmasin, 12 Oktober 1984,*
*Anakku yang sangat kucintai, bayi*
*mungilku yang sangat kusayangi,*
*betapa kau sangat berharga*
*dihati ibu nak.*
―――――――――――――
*Walaupun kau buta dari lahir*
*tetapi ibu sangat menyayangimu,*
―――――――――――――
*kaulah anugrah terindah yang ibu*
*miliki. Nak,*
――――――――――――― *ini*
*adalah surat terakhir yang ibu*
*tulis, karena besok ibu sudah*
*tidak bisa lagi menuliskan kata-*
*kata diatas kertas*
―――――――――――――
*Karena besok ibu akan*
*mendonorkan kedua* *mata ibu*
*untukmu nak,*
―――――――――――――
*agar kelak kau dapat melihat dan*
*menikmati indahnya dunia,*
*anugrah yang diberikan ALLAH.*
―――――― *Nak suatu saat jika*
*ibu sudah tiada dan kau ingin*
*melihat ibu, berkacalah nak,*
*≈karena dimatamu ada ibu yang*
*selalu menemanimu ”.*
―――――――――――――
*Airmata Si Anak pun mengalir*
*deras, ia menyesal karena sudah*
*terlambat bagi dirinya untuk*
*membahagiakan ibunya. Si Anak*
*teringat dengan semua perbuatan*
*yang ia lakukan terhadap ibunya,*
―――――――――――――
*dia hanya duduk terdiam tersimpuh*
*di depan kaki ibunya yang telah*
*terbujur kaku.*
―――――――――――――
*Semua telah terjadi dan kini*
*ibunya telah pergi untuk selama-*
*lamanya.*
―――――――――――――
*dalam hal ini mengajarkan*
*betapa besar kasih sayang*
*seorang ibu terhadap anaknya,*
*tanpa mengharapkan balasan.*
*#semoga SEMUA ANAK berbakti TERHADAP IBUNYA#*
Aamiin
😭😭😭😭😭😭
*salam persaudaraan*
🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏

Sumber:
https://web.facebook.com/parlan.aris/posts/679892482519788